Lebat hujan hari itu mengguyur tanpa segan. Basah jalanan ditapaki dengan pasti oleh Mbah Bidin (58), seorang lansia penjual gorengan. Dituntun tongkat kayu usang, pandangannya kabur tanpa tujuan.Banyak alasan untuk Mbah berjualan, meski seharusnya beliau menikmati masa tua dengan senyuman.
Istrinya terbaring sakit dan kesulitan berjalan, pun dengan Mbah Bidin yang sebenarnya menahan banyak kesakitan untuk bertahan.Sedikit membaik dari stroke yang diderita, Mbah dengan berani bertanggung jawab atas kehidupan. Bertumpu langkah timpang, diambilnya gorengan dari tetangga untuk dijajakan.
Diharapnya sedikit keuntungan untuk sekedar mengganjal lapar.Kurang lebih 5 kilometer jarak yang Mbah tempuh untuk menjual gorengannya. Di samping membeli beras, dengan ikhlas Mbah sisihkan uangnya untuk membeli obat beliau dan istrinya. Tak kala malam datang, kakinya seringkali kaku dan ngilu tak tertahan. Begitupun dengan istrinya, Mbah jaga dan rawat sepenuh hati.Deru derita semakin payah tak kala hanya obat warung yang dapat meringankan kesakitan mereka.
Pilu hati mbah mengharap pengobatan yang lebih layak lagi mengingat upah yang beliau hasilkan tak cukup untuk ongkos berobat."Mbah ingin punya warung di rumah, biar istri bisa mbah jaga tanpa rasa was-was.. Kalau boleh jujur, kaki mbah udah sakit, jalanan udah gak keliatan..", dengan pasrah Mbah mengadu.