Tangan ringkihnya membawa tas berisi tumpukan-tumpukan baju untuk dijual. Dengan langkah gontai, beliau memaksakan diri keliling berkelio-kilometer untuk menjajakan dagangannya.
"Abah jualan baju punya orang lain.. buat makan sama berobat, rumah juga mau roboh," ujarnya dengan raut wajah yang terlihat sendu.
Namanya Abah Edin, seorang lansia sebatang kara yang kini sedang berjuang dengan keras untuk bertahan hidup. Setelah mengalami kelumpuhan untuk beberapa waktu karena jatuh dari pohon nira, beliau dan sang istri menderita penyakit TB paru. Karena penyakit ini, istri Abah Edin harus kehilangan nyawanya. Kini Abah Edin harus menjalani hari-harinya yang terasa hampa dan sepi tanpa kehadiran sang istri.
Kini Abah Edin tinggal seorang diri di rumahnya yang nyaris roboh. Dindingnya sudah lapuk, ada celah besar meneropong, dan Abah Edin harus hidup dalam kegelapan di rumahnya lantaran tidak ada aliran listrik yang terpasang. Tanpa alasa yang layak, tubuh rapuh Abah Edin terbaring di lantai kayu untuk beristirahat.
Kaki kebas dan sesak nafas sering kali Abah Edin rasakan ketika berjalan keliling untuk menjajakan baju-baju dagangannya. Namun hal tersebut tidak pernah beliau hiraukan. Ada beras dan obat-obatan yang beliau perjuangkan demi bertahan hidup setiap harinya. Namun sayang.. sudah jalan kaki berkilo-kilometer pun uang Abah Edin dapatkan tak pernah lebih dari lima hingga lima belas ribu rupiah.
Baju yang beliau jual hanya laku empat hingga lima pasang saja.
"Cape banget, suka sesak.. telinga juga udah gak terlalu denger, kalau ada yang manggil buat beli suka ga kedengeran.." keluh Abah Edin. Kaki kanannya pincang, pendengarannya kian hari kian berkurang.. Namun beliau sadar, jika terus menerus mengeluh, Abah Edin tidak akan bisa bertahan hidup di dunia yang kejam ini.
Reyot rumah yang semakin miring menjadi beban terberat bagi Abah.
Bingung terasa jikalau suatu waktu rumahnya rubuh, tempat mana yang bisa memberikan beliau perlindungan. "Abah gak mau pasrah begitu aja, usaha abah mau berobat terus benerin rumah biar gak merasa was-was terus.. Takut roboh tiba-tiba, nanti abah mau kemana?", genangan kesedihan tertumpah mengingat begitu bingungnya Abah Edin meski tak kurang usaha yang beliau lakukan. Harapannya untuk hidup di rumah yang layak selalu disemogakan di setiap doa yang beliau panjatkan.
Insan Baik, patungan yuk untuk ringankan beban berat Abah? Sama-sama kita upayakan mimpi abah untuk renovasi dan punya rumah layak di usia senja! Kalian bisa membantu dengan cara:
Disclaimer: Donasi yang terkumpul akan disalurkan untuk pemenuhan sandang pangan, renovasi rumah dan biaya pengobatan. Sebagian donasi juga akan disalurkan untuk penerima manfaat lain di bawah naungan Amal Baik Insani.