Abah Isep hidup dalam keterbatasan fisik sejak lahir. Ia tidak bisa berbicara dan tubuhnya jauh lebih lemah dibanding orang lain. Saat masih muda, Abah masih sanggup beraktivitas meski perlahan-lahan, bahkan sempat berjualan keliling sambil menjinjing kotak dagangan. Namun, sejak usianya menginjak 50 tahun, kondisinya menurun drastis. Tubuhnya mulai kejang, tangan menekuk sendiri, dan kini untuk berdiri pun ia membutuhkan bantuan.
Pernah abah saat berjualan terjatuh dan tidak bisa bangun kembali sampai diantar pulang oleh warga yang melihat. Kondisi ini membuat Abah Isep memerlukan pendampingan penuh saat berjualan. Terlebih lagi, ada kekhawatiran karna pernah terjadi hal buruk, seperti orang jahat yang mengambil hasil dagangannya, Abah Isep tidak akan mampu membela diri dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, dan hal tersebut tentu sangat membahayakan keselamatannya.
Meski Abah Isep tak lagi bisa berjalan sendiri, semangatnya untuk bekerja tak pernah padam. Ia gelisah jika hanya diam di rumah. Ia ingin tetap bermanfaat, ingin ikut mencari rezeki walau tubuhnya sudah tak sanggup berdiri tegak. Keluarga sempat menolak niat itu karena khawatir akan keselamatannya. Namun, tekad Abah begitu kuat hingga akhirnya keluarga mengalah dan mengizinkannya berjualan dengan syarat, harus selalu didampingi dan diawasi.
Kisah Abah Isep adalah potret ketegaran dalam keterbatasan. Tentang bagaimana cinta keluarga bisa menjadi tempat berpulang dan bertahan. Tentang bagaimana seorang pria yang tak bisa bicara, justru menyampaikan pesan paling dalam bahwa hidup tak harus sempurna untuk tetap berarti. Mari bersama kita bantu meringankan langkah mereka, karena sekecil apa pun bantuan, bisa menjadi harapan besar bagi keluarga ini.