Di usia 70 tahun, Abah Toto masih harus berkeliling menjual mainan wayang anak-anak demi menyambung hidup. Setiap subuh, ia berangkat dari Cicalengka ke Bandung dengan kereta api, lalu berjalan kaki lebih dari 10 km untuk menawarkan dagangannya. Meski sudah seharian berjualan, dagangannya sering kali sepi pembeli.
Mainan yang Abah jual bukan miliknya sendiri. Dari setiap mainan seharga Rp10.000, ia hanya mendapat Rp5.000. Jika dagangan laku, penghasilannya berkisar Rp25.000 hingga Rp75.000 per hari. Namun, sering kali Abah pulang dengan tangan kosong. Bahkan, jika tidak ada yang laku, ia harus rela menahan lapar meski memiliki maag akut.
Di rumah, Abah tinggal bersama istrinya. Sementara anak-anak sudah hidup terpisah. Setiap hari, Abah pulang pergi ke Bandung, terkadang baru tiba di rumah larut malam. Namun, ia tetap berusaha kuat demi mencukupi kebutuhan keluarganya.