Sejak bayi, tumor di wajah telah merampas banyak hal dari hidup Akbar.
Meski sudah menjalani berbagai tindakan medis, biaya dan keadaan membuat pengobatannya terhenti.

Akbar tak menyerah. Ia pernah mengamen selama lima tahun, tidur di terminal dan hidup dalam hinaan orang demi bertahan hidup.
Kini ia menjadi sopir angkot dengan penghasilan hanya Rp30.000–Rp40.000 per hari—bahkan sering nombok karena minim penumpang.

Di tengah kondisi ini, tumor yang makin menekan pembuluh darah membuat wajahnya bengkak dan tubuhnya cepat melemah. Tetapi ia tetap bekerja, karena keluarganya bergantung pada dirinya.
Rumah bilik bambu yang rapuh, tanpa kamar mandi, dan penghasilan harian yang nyaris tak cukup membuat pengobatannya mustahil dilanjutkan tanpa bantuan.

Bantu Akbar mendapatkan kesempatan untuk sembuh.
Setiap donasi yang masuk adalah satu langkah agar ia bisa menjalani pengobatan, membeli obat yang tidak ditanggung BPJS, dan kembali memiliki harapan.