“bisa makan kalo ada yang ngasih, kalo ga ada yang ngasih cuma bisa diem aja nahan laper” ujar Mak Emi
Tinggal sebatang kara, kesepian dengan kondisi yang mengenaskan. Tak terbayang jadi Mak Emi di usia ringkihnya harus berjuang melawan lapar di sebuah gubuk gelap, lembab, dengan lampu 5 watt pemberian listrik dari Masjid. Tidak ada barang berharga dan layak di kamarnya, begitupun kasur yang digunakannya sekarang.
Terkadang kalau ada yang memberi beras, ia berjalan tertatih memaksakan diri ke bilik samping untuk menyulut api dengan kayu bakar memasak nasi untuk mengganjal perutnya hari itu.
Hanya berserah diri dan mengharapkan bisa makan dari pemberian tetangga, karena Mak Emi tak punya uang untuk sekedar beli beras.
Anaknya hanya bekerja menjadi buruh kantin pabrik yang penghasilannya jauh dari kata cukup. Bahkan untuk menghidupi dirinya sendiri saja terkadang kurang namun mereka masih berusaha untuk menyisihkan 50rb/bulan untuk ibunya.
Kondisi kakinya membuat Mak Emi harus berjalan tertatih-tatih menggunakan bantuan tongkat. Bahkan, untuk pergi ke kamar mandi dan ke dapur untuk memasak saja emak sudah kesulitan.
"Kalau kesepian emak cuma bisa ke makam teh, bersihin makam sambil mendoakan keluarga yang sudah ga ada, rasanya hati ini sedikit terhibur" ujar Mak Emi sambil berkaca-kaca menatap makam di depan rumahnya.