Seorang anak bernama Niki, berumur 24 tahun. Hidupnya tidak seperti kebanyakan anak muda lain seusianya. Sejak kecil, Niki adalah anak berkebutuhan khusus. Ia tak bisa berbicara seperti orang lain, namun matanya mampu berbicara mata yang lembut tapi menyimpan kekuatan besar.
Niki hidup bersama Abah agus (65), ayahnya yang sudah sepuh. Setiap pagi, Abah mendorong sepeda tuanya untuk memulung barang bekas, sementara Niki berjalan di belakangnya, membantu sebisanya. Dulu, Niki tidak bisa berjalan sama sekali. Ia lumpuh setelah demam tinggi dan sarafnya terjepit. Selama bertahun-tahun, ia hanya duduk, melihat dunia dari kursi bambu di depan rumahnya.
Namun suatu hari, saat melihat Abah batuk berat sambil memungut botol bekas di jalan, hati Niki seperti ditarik keras. Ia ingin membantu. Ia tahu Abah sudah lelah. Sejak hari itu, meski tanpa pengobatan rutin, Niki mulai memaksa kakinya bergerak. Sedikit demi sedikit. Sakit, terjatuh, menangis tanpa suara tapi tak menyerah.
Sampai akhirnya, di suatu pagi yang cerah, Abah menoleh dan melihat Niki berdiri dengan kaki gemetar, menatapnya sambil tersenyum. Sejak hari itu, keduanya selalu bersama kemanapun pergi. Gerobak kecil mereka jadi saksi dari kasih yang sederhana tapi kuat.
Orang-orang di sekitar sering mengejek Niki, menyebutnya “orang gila”. Mereka tak tahu bahwa di balik tatapan kosong itu, ada hati yang sangat lembut. Niki sering membagikan sebagian hasil memulungnya kadang permen, kadang uang receh kepada anak-anak kecil di jalan. Ia senang melihat mereka tersenyum, seolah kebahagiaan kecil itu cukup untuk menghapus semua luka dalam hidupnya.
Niki pernah sekolah di SLB, tapi karena sakit dan keterbatasan biaya, ia harus berhenti. Sejak itu, dunia belajarnya hanyalah kehidupan itu sendiri. Ibu Niki telah lama tiada meninggal saat Niki masih kecil karena kanker rahim. Setelah itu, hanya Abah yang menjadi satu-satunya tempat Niki bersandar.
Sayangnya, keluarga Abah tidak mengakui keberadaan Niki. Mereka menjauh karena malu dan enggan membantu. Dua kakaknya sudah berumah tangga, namun kehidupan mereka pun pas-pasan.
“Nak… kalau Abah pergi duluan, siapa yang jaga kamu ya?” Ucap Abah Agus
Niki tidak menjawab. Ia hanya menatap, lalu memeluk Abah. Dalam diamnya, ia berjanji akan terus kuat, meski sendirian.
Sahabat Kebaikan,mari bersama kita ulurkan tangan untuk Niki dan Abah, agar keduanya bisa memiliki kehidupan yang lebih layak.Karena setiap sedekah yang kita berikan, bukan hanya membantu mereka bertahan, tapi juga menghidupkan cinta dan kasih di tengah dunia yang sering melupakan mereka. Dengan cara:
Tak hanya mendoakan dan berdonasi, kalian juga bisa membagikan halaman galang dana ini agar semakin banyak yang turut menemani perjuangan Nayla.
Disclaimer : Dana yang terkumpul akan digunakan untuk: Pemenuhan kebutuhan harian Niki dan Abah, dan apabila terdapat kelebihan dana akan digunakan untuk pemenuhan Program bantuan Bumi Syam serta untuk para penerima manfaat lain nya yang berada dibawah naungan Yayasan Global Sedekah Movement.