Setiap pagi, ketika orang-orang seusianya mungkin sedang duduk santai menikmati masa pensiun, Abah Trisno justru mulai berjalan jauh. Di usia 72 tahun, tubuhnya sudah tak sekuat dulu. Sendi-sendinya sering nyeri, asam urat membuat tiap langkah terasa seperti ditusuk. Tapi itu tak menghentikan abah untuk tetap menggendong balon dan menjajakannya di pinggir jalan.
Balon-balon warna-warni itu seolah jadi satu-satunya harapan. Tapi realitanya, dari satu balon yang terjual, Abah hanya mendapat dua ribu rupiah. Dalam sehari, paling banter ia membawa pulang 20 ribu rupiah. Cukup untuk makan seadanya. Itu pun kalau laku.
Abah hidup seorang diri di kota. Istrinya tinggal di kampung. Walau hidup Abah sendiri berat, ia masih berusaha menyisihkan sedikit untuk dikirimkan ke istrinya. Tapi saat dagangan makin sepi, dan ia sering dilarang berjualan di depan sekolah TK, Abah terpaksa meminjam uang ke juragan balonnya hanya demi bisa kirim sedikit ke rumah.
Saat ditanya keinginannya, abah berharap ia dapat bersama istrinya, pulang ke rumahnya, menghabiskan waktu disana sambil tetap berusaha. Memiliki usaha kecil di rumah agar bisa selalu dekat dengan istri tercintanya. Abah Trisno sudah terlalu lama memikul beban hidup sendirian. Di usia senjanya, ia hanya ingin pulang, hidup layak, dan dekat dengan orang yang ia cintai.
Ayo kita jadi bagian untuk mewujudkan impian abah. Sekecil apa pun bantuanmu, sangat berarti untuk Abah Trisno. Bantu abah dengan cara: