“Saya masih bisa menggerakkan tangan, itu cukup untuk saya terus berusaha...”, tekad lirih terlontar seiring harap yang terasa pengap.
Dia adalah Heri, pria tangguh berusia 45 tahun yang hidup sebatangkara namun tetap bertahan dalam keterbatasan yang memilukan.
Sudah 15 tahun Kang Heri tak bisa berjalan akibat kecelakaan tragis saat memanjat pohon demi mencari kayu bakar. Sejak saat itu, hidupnya berubah drastis. Ia lumpuh dari pinggang ke bawah, sehingga satu-satunya cara untuk bergerak hanya menyeret tubuh lemahnya.
Yang lebih menyakitkan, saat ia tengah terpuruk, istrinya memilih untuk pergi. Beban hidup yang tak ringan itu membuat rumah tangga mereka runtuh, mereka bercerai beberapa tahun setelah kecelakaan itu. Kini, sang mantan istri telah menikah lagi dan membangun kehidupan baru. Sementara Kang Heri, harus menghadapi kerasnya hidup seorang diri, tanpa pasangan dan tanpa tempat bersandar.
Deru kesendirian berdecit seirama dengan kepiluan yang ia rasakan di rumah sewaannya. Rapuh renta disertai celah besar yang berjajar menjadi cermin sandungan kehidupan yang Kang Heri pikul setiap harinya. Seringkali menunggak, kecemasan diusir selalu membayangi sepanjang waktu.
Namun, Kang Heri tidak pernah mengeluh, ia memilih untuk bangkit meski perlahan. Ia menganyam bambu menjadi ayakan dengan tangan yang terlatih dengan kesabaran dan harapan. Dalam sehari ia hanya mampu membuat satu ayakan untuk dijajakan.
Dengan menyeret tubuhnya, ia berkeliling menjajakan asa sederhana yakni bisa makan hari ini. Meski begitu, jerih payah saja tak cukup, karena seringkali tak satu pun dagangannya laku sehingga ia harus menahan lapar dan mengulang harapan di esok hari.
Kang Heri mempunyai mimpi kecil, “Saya ingin punya usaha kecil di rumah agar tak perlu selalu keliling menjajakan dagangan. Saya juga ingin punya kursi roda agar bisa bergerak lebih leluasa. Namun, semua itu butuh biaya sementara untuk makan pun saya harus berjuang keras setiap hari,” ucapnya pelan seakan tak dapat digapai.
Mungkin itu impian sederhana bagi orang lain, namun semua itu terasa tak mungkin bagi Kang Heri yang memiliki keterbatasan. Rasa lelah dan kekhawatiran yang terus dirasa tak bertenggat di kehidupannya. Ia hanya tahu, segala letih dan ketakutannya harus dihadapi meski sekadar berupaya menyeret diri menuju rezeki.
Sobat Berdampak, jangan biarkan seorang pejuang seperti Kang Heri memikul beban sendirian. Bantuan sekecil apa pun dari kita bisa menjadi awal perubahan besar untuk hidup Kang Heri. Bantu dengan cara:
Disclaimer: Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk modal usaha dan kursi roda khusus difabel untuk Kang Heri, juga akan digunakan untuk penerima manfaat lainnya di bawah naungan Amal Baik Insani.