Setiap tarikan nafas Dik Ari, selalu diiringi rasa sakit. Lututnya jadi alas berjalan, tangannya jadi tumpuan menahan beban tubuh mungilnya. Bayangkan, kaki bengkoknya harus diseret sejauh 5 kilometer setiap hari, hanya demi membantu sang kakak menjual dompet buatan tangan.
Dik Ari (7 tahun) adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Sang kakak, Wina (13 tahun), juga memiliki kondisi kaki bengkok yang sama. Bahkan adik bungsu mereka yang baru berusia 3 tahun pun mengalami hal serupa. Sejak ayahnya pergi entah ke mana, ketiganya hanya mengandalkan ibu mereka yang berjuang sekuat tenaga.
Dompet kecil buatan Wina dijual keliling kampung. Dengan merangkak, Dik Ari mengetuk pintu demi pintu sambil mengalungkan dagangan di lehernya. Dari pagi hingga malam, kadang hanya laku 5 hingga 10 ribu rupiah saja. Kalau Dik Ari tidak membantu berjualan, tak ada yang bisa dimakan hari itu.