Meskipun badannya sudah renta, Pak Didin Suherman (63 tahun) terus berjalan puluhan kilometer untuk mencari barang bekas. Setiap tempat sampah disinggahi demi sesuap nasi agar bisa bertahan hidup bersama keluarga kecilnya.
Perihnya perut dan rasa haus senantiasa mengisi hari-harinya. Rasa lelah dengan keringat yang terus bercucuran dari tubuh rentanya sambil mengorek-ngorek tumpukan sampah.
Disetiap tetes keringat yang mengucur, bapak berdoa bisa pulang dengan selamat dan makan dengan layak bersama keluarga kecilnya.
"Yang penting anak dan istri bisa makan dan nggak kelaparan. Walaupun dengan lauk ala kadarnya pak." ucap pak didin
Tak banyak yang bisa bapak dapatkan dalam sehari. Jika beruntung dan barang bekas yang bapak kumpulkannya banyak, bapak bisa mendapatkan 30 ribu. Uang itu bapak belikan beras dan lauk pauk agar perut anak dan istrinya bisa terisi.
Namun adakalanya bapak pun tak membawa uang sedikit pun karena barang bekas yang dikumpulkannya sedikit sehingga tidak bisa terjual. Sehingga terpaksa bapak harus mencari bekas-bekas makanan yang masih bersih ditempat sampah agar perut anak dan istrinya bisa terisi.
"Waktu itu pernah bapak menemukan 1 bungkus roti ditempat sampah. Karena bapak lapar ya bapak makan. Namun ada orang yang melihat bapak makan roti dan menuduh bapak mencuri. Sampai bapak dipukuli, Seluruh badan bapak sakit dan mulut berdarah. Padahal bapak menemukan roti itu ditumpukan sampah tidak mencuri."
Walaupun bapak miskin dan tidak punya apa-apa, bapak tidak pernah mencuri. Bapak mencari barang bekas hanya ditempat sampah demi untuk bertahan hidup agar anak dan istri bisa makan." ungkap pak Didin dengan mata berkaca-kaca
Pak Didin tinggal bersama istri tercinta Ibu Empong Sukanah (63 tahun) dan Hadiansah (28 tahun) anak tercintanya disebuah rumah kayu yang menyatu dengan kandang ayam.
Tak ada lagi tempat yang bisa pak Didin tempati selain tempat ini yang menjadi satu-satunya tempat untuk berteduh dan beristirahat bersama keluarga kecilnya.
Ditempat ini pula pak Didin dan Mak Empong merawat putra tercintanya Hadiansah yang memiliki gangguan mental dengan segala keterbatasan yang dimilikinya.
Jika sakit melanda, mereka hanya bisa menangis sambil merintih menahan rasa sakitnya. Tak ada obat atau pun makanan yang dimilikinya. Hanya Doa dan air mata yang senantiasa menemani hari-harinya.
#TemanBaik, mungkin saat ini kita sedang menyantap beragam makanan lezat yang tersaji dimeja makan, tapi diluaran sana ada pak Didin, ibu Empong, dan Hadiansah yang sedang menahan perihnya perut karena belum terisi. Maukah kita menemani mereka dengan menyisihkan sebagian rezeki yang kita miliki agar perut mereka bisa terisi.