Bagaimana rasanya kalau masa tua harus dihabiskan di dalam hutan! Inilah yang dirasakan Mbah Lasemi (84th) dan Mbah Paining (54th) menjalani kehidupan ditengah hutan sejak kecil. Tinggal di gubuk reyot tak punya listrik, makan nasi tanpa lauk setiap hari, dan minum dari air hujan.
Mbah Lasemi dan Mbah Paining merupakan ibu dan anak, keduanya tidak bisa melihat dengan sempurna, mata mbah lasemi tidak bisa digunakan melihat lagi, Sedengkan untuk Bola mata mbah paining yang sebelah kiri buta dan sebelah kanan nyaris tak bisa digunakan untuk melihat untuk aktivitas biasanya mbah lasemi dan mbah paining saling bergandengan dan menggunakan tongkat dari ranting kayu.
Kami juga heran bagaimana bisa Mbah Lasemi dan Mbah Paining seikhlas dan setangguh itu? Tinggal di gubuk yang reyot mirip kandang kambing, di tengah hutan pula. Bahkan alas tidurnya pun tak layak pakai yang beliau ambil dari bekas tetangganya. Jika butuh air beliau harus jalan jauh itupun airnya sangat keruh dan tiap malam penerangannya cuma lentera kecil.
Gubuk yang ditempat mbah tidak ada fasilitas kamar mandi dan WC Beliau harus berjalan jauh. Mbah juga bermimpi pengen punya kasur agar tidurnya tidak ditanah lagi.
Mbah tinggal ditanah milik orang lain disitulah beliau dirikan gubuk dari sisa-sisa bahan bangunan untuk kebutuhan hidup sehari-hari mbah paining jualan aking, kadang ditukarkan beras untuk bisa digunakan untuk makan. Mbah Paining pernah sakit dan Koma selama 1 bulan karena sakit stroke yang mengakibatkan rambut dikepala menjadi botak, dan agak kesulitan untuk berjalan dan berbicara.
Malangnya tidak setiap hari mbah punya aking dan sayur yang bisa di jual. Mau tak mau mbah harus sangat berhemat untuk bisa bertahan. Jangankan perbaiki gubuknya, untuk makan saja mbah kadang cuma makan nasi yang ditambah air supaya tidak keras. Terkadang mbah paining juga menerima jasa pijat untuk tambahan pemasukan.
#OrangBaik, begitu berat masa senja yang harus dilalui mbah lasemi dan mbah paining.