Pak Agus (39 tahun) bukan hanya seorang suami dan ayah, ia adalah lambang keteguhan hati seorang pria yang tak gentar melawan kerasnya hidup demi orang-orang tercinta.
Setiap harinya, ia menyusuri jalanan kota sambil mendorong kursi roda tua berisi istrinya yang sedang sakit stroke, menuntun anak sulungnya, dan membawa dagangan balon yang ia jual dari satu sudut ke sudut kota lainnya. Semua itu ia lakukan demi biaya pengobatan sang istri tercinta, Bu Erni (35 Tahun), yang kini masih berjuang pulih dari stroke yang menimpanya saat tengah mengandung anak kedua mereka.
Tujuh bulan usia kandungan, hari itu harusnya menjadi masa penuh harap dan kebahagiaan bagi Pak Agus dan Bu Erni. Namun, takdir berkata lain. Bu Erni tiba-tiba terjatuh di rumah dan tak sadarkan diri. Saat dibawa ke rumah sakit, dokter menyampaikan kabar yang mengejutkan: Bu Erni terkena stroke, dan kondisinya memburuk karena tengah mengandung.
Demi menyelamatkan bayi di dalam kandungan, dokter memutuskan untuk melakukan operasi caesar darurat. Alhamdulillah, sang bayi berhasil diselamatkan, namun lahir prematur dengan berat hanya 1,5 kilogram, dan harus dirawat di inkubator selama beberapa minggu.
Namun kebahagiaan atas keselamatan istri dan bayi itu tidak datang tanpa beban.
Saat itu, mereka belum memiliki BPJS, sehingga seluruh biaya operasi, perawatan intensif, hingga rawat inap ditanggung sendiri.
“Saya bingung, harus cari uang dari mana. Saya pinjam ke mana-mana, jual semua barang di rumah termasuk perhiasan istri. Yang penting mereka selamat dulu.” Ujar Pak Agus
Tunggakan rumah sakit menumpuk hingga puluhan juta. Pak Agus bahkan sempat hampir putus asa, sampai akhirnya ada sebuah panti sosial yang bersedia menjamin dan membantu agar Bu Erni dan bayinya bisa pulang.
Namun perjuangan belum usai. Karena kondisi Bu Erni masih lemah dan butuh pemulihan panjang, sang bayi akhirnya dititipkan di panti untuk sementara waktu.
“Sakit sekali rasanya harus jauh dari anak. Tapi saya belum mampu rawat dia sekarang. Alhamdulillah, ada orang-orang baik yang bantu rawat anak kami. Kami hanya bisa jenguk dua bulan sekali.” Ucap Bu Erni, menahan air mata“Kadang sambil dorong kursi roda, saya nawarin balon ke anak-anak. Kalau nggak ada yang beli, ya pulang cuma capek aja. Hasil jualan juga kecil, kadang cuma 25-30 ribu sehari, itu pun kalau laku.” Kata Pak Agus.
Balon-balon itu pun bukan miliknya sendiri. Ia hanya membantu menjual, dan harus setor hasil penjualan ke pemiliknya. Jika ada balon yang hilang atau rusak, ia harus menggantinya.
Pak Agus mengandalkan jualan balon untuk memenuhi kebutuhan harian. Namun penghasilan tidak tetap membuat mereka kesulitan membayar kontrakan, makan sehari-hari pun sering seadanya.
Pak Agus tidak pernah meminta yang muluk-muluk. Di balik segala penderitaan yang ia alami, ia menyimpan harapan yang sederhana, yakni Ingin membelikan kursi roda yang layak untuk sang istri, dan tentu saja ngin istrinya sembuh dan bisa tersenyum kembali. Selain itu harapan Pak Agus juga ingin mempunyai modal usaha sendiri, seperti mempunyai gerobak untuk berjualan mainan keliling.
Sahabat Kebaikan, sedekahmu mampu bantu mereka bertahan hidup. Jadilah bagian dari salah satu pahlawan kebaikan, yuk bantu mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Ayo berdonasi dengan cara: