Di bawah terik matahari yang menyengat dan suara bising kendaraan yang tak pernah berhenti, tampak sosok tua berjalan menggunakan kursi roda, perlahan mendorong dirinya menyusuri pinggiran jalan kota. Dialah Abah Sunardi, pria berusia 58 tahun, yang kini berjuang melawan sisa-sisa tenaga setelah terserang stroke. Tangan kirinya sudah tak sekuat dulu, dan setiap kali ia menggerakkan roda, rasa linu dan nyeri di kakinya membuatnya harus berhenti sejenak untuk menarik napas. Tapi Abah tak punya pilihan lain karena tisu-tisu kecil di pangkuannya adalah satu-satunya sumber penghasilan bagi keluarganya.

Abah tinggal di sebuah kontrakan sederhana bersama istri dan anak bungsunya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Setiap bulan, mereka harus memikirkan bayaran kontrakan sebesar satu juta rupiah, angka yang terasa berat untuk keluarga kecil yang kini hidup dalam serba kekurangan.
Sehari abah memiliki penghasilan 50rb- dengan uang itu abah membagi nya 20ribu di kumpulan kan untuk kontrakan dan 30 ribu nya untuk membeli makan dan juga untuk membeli tisue agar bisa ia jual kembali.

Sebelum penyakit itu menyerang, kehidupan mereka tidak selalu seperti ini. Dulu Abah adalah seorang sopir angkot, sementara istrinya berjualan nasi kuning di depan rumah kontrakan. Mereka berdua saling bahu-membahu mencari nafkah, hidup pas-pasan tapi bahagia. Namun, setelah Abah terserang stroke dan tak lagi bisa mengemudi, usaha nasi kuning istrinya pun berhenti bukan karena tak mau, tapi karena tak ada lagi modal untuk memulai kembali. Kini, mereka hidup dari hasil Abah berjualan tisu keliling, meski harus berjuang keras dengan tubuh yang sudah tak sekuat dulu.
Abah masih menyimpan dua harapan besar di hatinya. Ia ingin sembuh dari stroke, agar bisa kembali menafkahi keluarganya tanpa harus mengandalkan kursi roda. Namun, jika takdir berkata lain, Abah berharap suatu saat nanti ada modal kecil untuk membuka usaha di rumah, agar ia dan istrinya bisa tetap bekerja tanpa harus keluar rumah dan menahan rasa sakit.

Abah Sunardi bukan sekadar penjual tisu keliling di atas kursi roda. Ia adalah simbol keteguhan seorang ayah dan suami, yang meski terpuruk oleh penyakit, kehilangan pekerjaan, dan ditinggalkan oleh sebagian anaknya, tetap memilih untuk berjuang demi dua hal yang masih ia miliki: keluarga kecilnya dan secercah harapan untuk hidup yang lebih baik.
Teman-teman, mari kita bantu ringankan beban Pak Sunardi dengan cara:
Sekecil apapun bantuan dari kalian akan sangat berarti bagi pak Sunardi dan juga keluarga.